Melaksanakan arahan Yang Mulia Mahkamah Agung RI, berdasarkan surat dari Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor : B.143/01-13/01/2013 tanggal 21 Januari 2013 perihal Himbauan Terkait Gratifikasi, dan berdasarkan Peraturan Sekretaris Mahkamah Agung RI Nomor 03 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gratifikasi di Lingkungan Mahkamah Agung RI dan Badan di Bawahnya.
Apa itu Gratifikasi ???
Gratifikasi Adalah : Pemberian atau barang, uang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan lainnya.
Siapa saja yang dapat dilaporkan ???
Aparatur Mahkamah Agung dan peradilan dibawahnya adalah Pimpinan Mahkamah Agung, Pejabat Struktural, Pejabat Fungsional, staf yang bekerja di lingkungan Mahkamah Agung da Badan Peradilan yang berada di bawahnya yang dilaporan kepada UPG (Unit Penangan Gratifiksai).
Apa itu UPG ???
Unit Pelaksana Program Penanganan Gratifikasi berfungsi untuk meneliti apakah pemberian dimaksud termasuk dalam klasifikasi Gratifikasi atau tidak yang nanti akan dilaporkan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI untuk di tindaklanjuti.
Cara untuk melapor ???
Pelaporan melalui surat elektronik melalui alamat email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Download Peraturan Sekma No. 03 Tahun 2014
Gratifikasi secara umum diartikan sebagai pemberian sesuatu dari pihak lain yang dilakukan kepada penyelenggara Negara di mana pemberian tersebut berhubungan dengan tugasnya. Pengertian Gratifikasi terdapat dalam Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dinyatakan bahwa:
“Yang dimaksud dengan "gratifikasi" dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.”
Pengertian gratifikasi tersebut juga terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Sekretaris Mahkamah Agung RI Nomor 03 Tahun 2014 tentang Penanganan Gratifikasi di Lingkungan Mahkamah Agung RI dan Badan Peradilan di Bawahnya, selanjutnya dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Sekretaris Mahkamah Agung RI Nomor 03 Tahun 2014 tentang Penanganan Gratifikasi di Lingkungan Mahkamah Agung RI dan Badan Peradilan di Bawahnya dinyatakan bahwa:
“Gratifikasi dalam kedinasan adalah hadiah/fasilitas resmi dari penyelenggara kegiatan yang diberikan kepada wakil-wakil resmi suatu instansi dalam suatu kegiatan tertentu sebagai penghargaan atas keikutsertaan atau kontribusinya dalam kegiatan tersebut.”
Berdasarkan pengertian di atas, terlihat pengertian gratifikasi tersebut merupakan pemberian dalam arti luas. Gratifikasi dapat disalahgunakan karena dengan adanya pemberian tersebut, terdapat harapan dapat mempengaruhi penyelenggara Negara dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan tugasnya. Oleh karena dapat mempengaruhi Penyelenggara Negara dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan tugasnya maka dapat terjadi keputusan yang diambil oleh Penyelenggara Negara tidak sesuai dengan ketentuan yang seharusnya diterapkan.
Seiring dengan perkembangan waktu, gratifikasi telah merambah ke hampir semua instansi pemerintah, sehingga menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat karena dapat mempengaruhi instansi pemerintah dalam melaksanakan tugas, di antaranya dalam hal pelayanan publik, oleh karena itulah pemerintah saat ini sangat gencar mendorong instansi-instansi untuk menolak dan bahkan melawan gratifikasi.
Program anti gratifikasi juga dicanangkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui Reformasi Birokrasi yang harus diikuti pula oleh Badan-badan Peradilan di bawahnya. Hal ini sebagaimana terdapat dalam Dalam Road Map Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung RI Tahun 2015-2019, dalam bidang Penguatan Pengawasan, salah satu hal yang telah dicapai, di antaranya yaitu adanya kebijakan dalam penanganan gratifikasi dan public campaign anti gratifikasi yang dilakukan secara berkala. Dalam Road Map tersebut, dinyatakan bahwa kebijakan dalam penanganan gratifikasi, di antaranya termuat dalam:
1) SK Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 138A/KMA/SK/VIII/2014 tentang Pembentukan Unit Pengendali Gratifikasi Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan dibawahnya.
2) Peraturan Sekma Nomor: 3 Tahun 2014 tentang Penanganan Gratifikasi di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan dibawahnya.
3) Peraturan Sekma Nomor: 01B Tahun 2014 tentang Unit Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Mahkamah Agung RI.
Dalam Materi Pembinaan di Jakarta 27 Februari 2018 oleh Ketua Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. M. Hatta Ali, S.H., M.H., dinyatakan bahwa target akhir tahun 2018:
75-100% pengadilan (di luar pengadilan yang baru dibentuk) dari 4 lingkungan peradilan terakreditasi.
Syarat:
• Menerapkan tata kelola/manajemen yang baik mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan hingga pemantauan;
• Tetap menjaga kemandirian, harkat dan martabat peradilan dengan menghindari gratifikasi dan konflik kepentingan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Pengadilan Agama Tanjung Pati telah menerapkan kebijakan anti gratifikasi sebagaimana tertuang dalam Keputusan Ketua Pengadilan Agama Tanjung Pati Kelas I A Khusus Nomor : W22.U1/308 /KPN.KP/8/2017 tanggal 18 Agustus 2017 tentang Pedoman Penanganan Gratifikasi di Lingkungan Pengadilan Agama Tanjung Pati Kelas I A Khusus. Sebagai bentuk pencegahan atas dilakukannya penerimaan gratifikasi, Pengadilan Agama Tanjung Pati telah menyelenggarakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan.
Adanya kebijakan anti gratifikasi di Pengadilan Agama Tanjung Pati dapat dilaksanakan selain atas peran serta seluruh Aparat di Lingkungan Pengadilan Agama Tanjung Pati, juga atas peran serta masyarakat yang diharapkan ikut mendukung dengan cara tidak menyampaikan pemberian dalam bentuk apapun kepada Aparat di lingkungan Pengadilan Agama Tanjung Pati pada saat memperoleh pelayanan di lingkungan Pengadilan Agama Tanjung Pati sehingga dapat tercipta wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi bersih melayani.
SK UPG PA TANJUNG PATI
Alur Penanganan Gratifikasi Secara Pribadi ke KPK
Alur Penanganan Gratifikasi Melalui UPG
Alur Penanganan Pengaduan
Prosedur Pengaduan
Benturan Kepentingan |
|
Pendahuluan |
Sebagai bentuk upaya optimalisasi kinerja Pengadilan Agama Tanjung Pati dalam membangun zona integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanganan terjadinya benturan kepentingan dari pejabat atau pegawai di lingkungan Pengadilan Agama Tanjung Pati di dalam pengambilan keputusan atau pelaksanaan tugasnya. Untuk itu diperlukan adanya suatu pedoman bagi seluruh pejabat dan pegawai Pengadilan Agama Tanjung Pati dalam penanganan Benturan Kepentingan. Potensi adanya benturan kepentingan harus ditangani secara tepat sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku agar setiap keputusan yang diambil telah dilandasi dengan pertimbangan yang professional, obyektif, berintegritas, independent, transparan, dan responsible. |
Pengertian |
Benturan Kepentingan adalah situasi di mana pejabat atau pegawai Pengadilan Agama Tanjung Pati memiliki atau patut diduga memiliki kepentingan pribadi terhadap setiap penggunaan wewenang dalam kedudukan dan jabatannya, sehingga dapat memengaruhi kualitas Keputusan, kebijakan dan/atau tindakannya. |
Tujuan |
Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan ini bertujuan untuk:
|
Prinsip Dasar |
Prinsip Dasar dalam Penanganan Benturan Kepentingan sebagai berikut:
|
Bentuk-bentuk Benturan Kepentingan |
Bentuk-bentuk Benturan Kepentingan adalah sebagai berikut:
|
Jenis Benturan Kepentingan |
Jenis-jenis Benturan Kepentingan adalah sebagai berikut:
|
Sumber Benturan Kepentingan |
Sumber Benturan Kepentingan bisa berasal dari:
|
Penanganan Benturan Kepentingan |
Penanganan Benturan Kepentingan dapat dilakukan dengan:
|
Alur Penanganan Benturan Kepentingan |
|
Upaya yang Dilakukan Untuk Keberhasilan Penanganan Benturan Kepentingan |
Upaya yang dapat dilakukan untuk keberhasilan penanganan benturan kepentingan adalah sebagai berikut:
Diperlukan komitmen dan keteladanan dari seluruh pejabat dan pegawai dalam menggunakan wewenangnya secara baik dengan mempertimbangkan kepentingan lembaga, kepentingan publik dan berbagai faktor lain.
Perhatian khusus perlu dilakukan terhadap hal-hal tertentu yang dianggap beresiko tinggi yang dapat menyebabkan benturan kepentingan seperti: hubungan afiliasi, gratifikasi, pekerjaan tambahan, informasi orang dalam, kepentingan dalam pengadaan barang, tuntutan keluarga dan komunitas, kedudukan di organisasi lain, dan perangkapan jabatan.
Pejabat atau pegawai dapat lebih awal menghindari terjadinya benturan kepentingan atau melakukan partisipasi.
Pelaksanaan penanganan benturan kepentingan perlu dipantau dan dievaluasi secara berkala untuk menjaga agar tetap efektif dan relevan dengan kondisi yang terus berubah |